Oct
13
2010

Berhasil atau Tidaknya Knowledge Management

Abell dan Oxbrow (2001) mengidentifikasi lima hambatan yang menyebabkan kurangnya keterlibatan profesional informasi dalam manajemen pengetahuan. Pertama, adalah kenyataan bahwa manajemen pengetahuan hampir selalu digerakkan oleh sebuah tim perencanaan strategis yang beranggotakan anggota-anggota senior, sementara pustakawan tidak dilibatkan karena kedudukan mereka dianggap tidak langsung behubungan dengan strategi organisasi. Kedua, konsep manajemen pengetahuan

kultur kerja dan lewat pembelajaran organisasi—sesuatu yang oleh pustakawan sendiri dianggap berada di luar bidangnya. Ketiga, manajer senior dalam sebuah organisasi cenderung menganggap bahwa pustakawan hanya bisa dikaitkan dengan perpustakaan dalam pengertian “tradisional”. Keempat, pustakawan sendiri tidak merasa perlu mengubah persepsi ini dan menganggap bahwa manajemen pengetahuan adalah semata-mata buzzword yang akan hilang dengan sendirinya. Kelima, ada pola pikir yang sudah baku (mindset) di kalangan pustakawan yang sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan lingkungan kerja organisasi. Salah satu pola pikir itu adalah bahwa pustakawan menyediakan jasa, sementara lingkungan kerja yang baru membutuhkan mitra kerja, bukan penyedia jasa saja.

Dari sisi pandang yang lebih kritis lagi, Birkinsaw (2001) bahkan mengidentifikasi 3 hal dalam manajemen pengetahuan yang merupakan “kegiatan lama dalam bungkus baru” yaitu:

  • • Pengelolaan pengetahuan sudah berlangsung sejak awal berdirinya sebuah organisasi. Cara sebuah organisasi menentukan struktur dan hirarki anggota sudah merupakan upaya mengelola pengetahuan dan menempatkan orang-orang yang berpengetahuan sama di satu tempat. Kelompok-kelompok informal sudah sejak lama ada di berbagai organisasi, dan menjadi tempat bagi petukaran informasi dan pengetahuan yang efektif, persoalannya sekarang adalah mengidentifikasi hal-hal tersebut dan membuatnya lebih efektif lagi.
  • • Manajemen pengetahuan merupakan proses panjang dan lama, yang mencakup perubahan perilaku semua anggota sebuah organisasi. Upaya mengubah peilaku ini bukanlah kegiatan masa kini saja, persoalannya sekarang adalah mensinkronkan upaya perubahan ini dengan keseluruhan strategi pelaksanaan organisasi.
  • • Beberapa teknik manajemen pengetahuan sudah dilakukan sejak dulu, misalnya pengaktifan komunitas praktisi sudah sejak lama menjadi perhatian dari hubungan masyarakat internal (internal public relations), dan pangkalan data pengetahuan memperlihatkan cirri-ciri yang sama dengan pangkalan data dalam sebuah system informasi, persoalannya sekarang adalah bagaimana teknik-teknik manajemen pengetahuan ini yang mirip dengan teknik-teknik “tradisional” terus relevan dengan perubahan organisasi.

Selain tiga hal diatas, Birkinsaw juga menggarisbawahi tiga kenyataan yang sangat mempengaruhi berhasil-tidaknya manajemen pengetahuan. Pertama, penerapannya tidak hanya menghasilkan pengetahuan baru tetapi juga mendaur-ulang pengetahuan yang sudah ada. Kedua, teknologi informasi belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi jaringan sosial antar anggota organisasi. Ketiga, sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui, banyak pengetahuan penting yang harus ditemukan lewat upaya-upaya khusus, padahal pengetahuan itu sudah dimiliki sebuah organisasi sejak lama.

Written by nicolas in: Knowledge Management Sharing |

No Comments »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URL


Leave a Reply

Powered by WordPress. Theme: TheBuckmaker. Zinsen, Streaming Audio